Dr Wisnu Ananta Kusuma Jelaskan Peran Bioinformatika dalam Upaya Konservasi Genomik dan Pencapaian SDGs
Peran ilmu bioinformatika memiliki keterkaitan erat dengan pelestarian lingkungan. Data genetik digunakan sebagai sumber inspirasi terciptanya inovasi dan hasil riset yang bermanfaat bagi lingkungan.
Kekayaan biodiversitas bangsa Indonesia adalah salah satu yang terbesar di dunia dan harus tetap dipertahankan. Ilmu bioinformatika yang berawal dari inovasi sekuensing genom awal tahun 2000-an, telah memicu pertumbuhan riset genomik, khususnya genomik konservasi.
Dr Wisnu Ananta Kusuma, Dosen IPB University dari Departemen Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam menjelaskan, analisa bioinformatika banyak menggunakan data genomik yang kemudian dianalisis di laboratorium basah menggunakan DNA sequencer.
Menurutnya, teknologi omics yang merupakan analisa bioinformatika tingkat lanjut, sering digunakan untuk menganalisis keterkaitan fenotipe. Contohnya menggunakan SNP (Single Nucleotide Polymorphism) untuk menganalisis variasi genom dengan genome wide associations study (GWAS).
Ia menjelaskan bahwa para peneliti dapat melakukan analisa asosiasi genotipe dan fenotipe yang berguna bagi perbanyakan tanaman berbasis genomik. “Analisa ini sangat berguna untuk mencari varietas unggul yang resisten terhadap cekaman dan penyakit. Bisa menggunakan machine learning maupun data statistik,” ujarnya dalam Seminar Nasional Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sumatera Utara Medan Tahun 2022 dengan tajuk “Peran Sains dan Teknologi dalam Mendukung Program Sustainable Development Goals (SDGs) Bagi Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan, (08/11).
“Dalam melakukan analisa genomic ini, dapat pula ditambahkan informasi transkriptomik maupun metabolomik kemudian mengintegrasikannya dengan membuat model jejaring. Ini seperti yang digunakan pada sosial media,” lanjutnya.
Dalam analisa ini, tambahnya, peneliti harus memahami problem epistasis untuk mengetahui efek SNP terhadap fenotipe. Dikarenakan, analisa ini tidak hanya dipengaruhi oleh satu SNP tapi berbagai bentuk SNP lainnya.
“Hal ini berimplikasi pada ruang pencarian yang sangat besar dan kompleksitas tinggi, sehingga harus melakukan penyaringan dan eliminasi terhadap data yang didapatkan,” kata Dr Wisnu.
Ia menambahkan, efek keterkaitan antara SNP ini bisa dilihat dari kejadian perkawinan sekerabat yang berisiko terekspresi menjadi mutasi berbahaya. Studi kasusnya terjadi pada translokasi Singa Afrika.
“Itulah mengapa populasi hewan yang terlalu kecil rentan mengalami pusaran kepunahan. Sehingga hal ini menjadi perhatian para peneliti di pusat konservasi genomik untuk meningkatkan variasi genetik dengan perkawinan silang,” terang Peneliti Pusat Studi Biofarmaka Tropika (Trop BRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University ini.
Menurutnya, bioinformatika dan machine learning juga dapat digunakan untuk memprediksi variasi genetik di masa depan dan status kepunahannya. Contohnya teknologi DNA metabarcoding yang dapat menganalisis keragaman dan kelimpahan organisme di alam. Teknologi ini dapat berguna bagi para peneliti lingkungan, baik untuk melihat keberagamannya serta potensi pemanfaatannya bagi manusia di berbagai bidang. (MW/Zul)
Narasumber : Dr Wisnu Ananta Kusuma, ipb.ac.id